Andrea Hirata |
Masih ingat catatan saya sebelumnya tentang Padang Bulan? ahhh, disana sudah saya sampaikan bahwa Andrea memanfaatkan kisah kesedihan Enong untuk menarik minat pembaca agar terus mengikuti kisahnya, mengikuti kisah dalam artian bahwa, pembaca tidak sekadar membaca untuk menghabiskan cerita, tapi dengan sebuah iming-iming imajinasi cerita selanjutnya akan dibuat seperti apa oleh si empunya cerita.
Tulisan ini saya kerjakan setelah (baru saja) menuntaskan Cinta di Dalam Gelas. Perlu dimaklumi bahwa diri saya pribadi bukanlah seorang pengamat sastra, atau seorang mahasiswa komunikasi yang konsen pada kajian sastra, bukan pula seorang budayawan junior, saya juga bukan mahasiswa yang hapal satu diantara sekian banyak teori sastra, bahkan mendefinisikan sastrapun saya tidak istiqamah.
Maka maafkanlah kenaifan catatan saya ini selanjutnya.
Hal yang lekat di kepala saya setelah menuntaskan dwilogi Padang Bulan, adalah cara Andrea menyajikan kisahnya, bagaimana dia mengatur sistematika cerita dengan beberapa jedah atau intermezo. Hal ini bisa kita rundingkan, bahwa Andrea Hirata menampilkan sebuah pembukaan yang manis pada dua buku ini. Andai saja saya mengerti teori bermain catur, maka saya akan menganalogikan bahwa pembukaan yang dilakukan Andrea dalam bukunya tersebut adalah salah satu jenis pembukaan catur, sayang saya tidak mengerti.
Pembukaan (cerita) Andrea pada masing-masing buku sudah mapan, dan sangat kuat (menarik perhatian pembaca untuk mengetahui kisah selanjutnya), seperti yang bisa kita dapatkan di buku Padang Bulan, dimana kisah dramatis keluarga Zamzami mengajak kita bersimpati kepada keluarga tersebut, dan bersimpatilah kita pada Syalimah dan anak anaknya, serta tidak lepas di benak kita bagaimana sepeda SIM KING itu menyimpan kisah yang lebih luar biasa dari apa yang diceritakan Andrea. Selain sepeda, adapula Kamus Bahasa Inggris Satu Milyar Kata, benda yang sangat biasa bagi orang kota, kita pasti cekikikan membayangkan ini.
Dalam buku ke duanya, Cinta di Dalam Gelas, Andrea lagi-lagi memanfaatkan kehidupan keluarga Syalimah sebagai tumpuan yang menguatkan kisah selanjutnya. Syalimah, Ibu dari Maryamah telah berpulang, maka semakin serulah kisah-kisah selanjutnya, kira-kira seperti itu pikiranku ketika mulai membacanya.
Dengan Pembukaan cerita yang kuat, Andrea tidak lagi memiliki beban berat bagaimana mempertanggung jawabkan alur ceritanya nanti. Seperti ketika si Enong menikah dengan Matarom kemudian cerita selanjutnya adalah pertarungan keluarga ini yang dilampiaskan dalam pertandingan catur. dalam alur cerita itu, Andrea tidak melulu menceritakan mereka, melainkan ia menceritakan realitas yang jauh berhubungan dengan mereka, salah satunya adalah warung Kopi sellain politik.
Disinilah kekagumanku pada Andrea Hirata, orang aneh yang sebenarnya ingin aku jumpai tapi tidak usahlah (orang biasa seperti saya ini sulit bertatap muka dengan bintang papan atas di jaman sekarang ini, Boi), Setelah ia membangun pondasi cerita pada segmen pembukaan, dia mendapatkan kebebasan untuk menceritakan banyak hal yang menjadi isi atau pesan untuk para pembaca.
Lihat saja, bagaimana dia menyampaikan sistem kebudayaan orang melayu dengan memanfaatkan kisah sedih keluarga Zamzami, bagaimana ia mempublikasikan kehidupan multikultural dan multi agama dalam kisah percintaannya pada A Ling, dan luar biasa benar bukan?. Andrea dalam kepalaku ini telah berhasil mengamalkan jurus “Pandangan pertama begitu mempesona”, atau “pandangan pertama takkan terlupakan”.
Demikian kiranya, hal utama yang saya dapatkan dari Dwilogi ini, bahwa Pembukaan sangatlah penting, mungkin pemikiran seperti inilah yang dipikirkan pendahulu kita sehingga UUD 45 memiliki pembukaan, dan pada pembukaan itulah semua pasa mengikat diri. Jika dalam al-Qur’an, mungkin seperti al-Fatihah sebagai Ummul Qur’an.
Andea Andrea Andrea, Ohh Andrea. Kau mulai menjadi bagian dalam kisah hidupku. Kau memang kalah bertanding catur melawan Zinar, tapi aku anggap kau adalah pecatur yang handal, aku melihatnya ketika kau menngerakkan ceritamu ini sama seperti seorang pecatur profesional memainkan biduknya.
Akhirnya, aku mendoakanmu, semoga Ikal dan A Ling dalam kisahmu itu dapat bersatu padu, Jayalah Melayu.
0 comments:
Post a Comment